Mengubah Sampah menjadi Rupiah
Kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan sangat merugikan dan merusak alam. Hal ini terlihat dari banyaknya bencana banjir hampir di seluruh wilayah tanah air karena kurangnya kepedulian masyarakat akan lingkungan.
Direktur Sahabat Lingkungan Satrijo Wiweko mengatakan secara umum masyarakat Indonesia masih banyak yang mengelola sampah dengan cara dibakar, dibuang ke sungai atau dibuang di lahan kosong. Ketiga cara tersebut tidak menyelesaikan masalah.
Alumnus Universitas Airlangga ini menjelaskan, dengan membakar sampah maka akan dihasilkan gas bioksin yang bisa menyebabkan kanker. Sedang membuang sampah di sungai sudah sangat jelas akan terjadi banjir di musim penghujan dan membuang sampah ke tanah kosong juga tidak menyelesaikan masalah. Sebab, ada sampah yang sangat sulit dihancurkan secara alami dan membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun.
“Cara yang tepat dan gencar kami sosialisasikan adalah 3R yaitu Reduce, Reuse, dan Recycle,” sebutnya disela-sela acara acara sosialisasi kebersihan dengan tema “Ayo Budayakan Hidup Bersih Sehat Hijau dan Lestari. Program Desa Berseri-Bersih dan Lestari “ di Balai Desa Tulangan, Jumat – Minggu tanggal 1 – 3 Mei 2015.
Pria yang telah menyelesaikan pendidikan pascasarjana di ITS ini menambahkan, untuk itu pihaknya mendorong untuk dilakukan 3R sejak dari sumbernya, misalnya dari rumah tangga, kantor, restoran, dan hotel. Dengan acara memilah sampah organic, sampah anorganik dan sampah B3 yang berasal dari pecahan kaca piring, tinta printer, pecahan bola lampu, tempat aki kendaraan bermotor, dan lain-lain.
“Untuk recycle, sampah organik bisa diolah menjadi pupuk, dimana satu kilogram pupuk kompos berharga Rp 600 rupiah. Sedang sampah plastik bisa diolah menjadi aneka produk kerajianan bernilai tinggi. Dengan mengolah sampah menjadi produk berdaya jual, maka akan mengubah sampah menjadi rupiah,” pungkasnya. (Siska, OPI_Corcom)
Terdapat 0 komentar
Silahkan tambahkan komentar