Modernisasi Jembatan Kompetensi Karyawan (Bagian III)

Terbit pada Kamis, 3 April 2014

 

Dahlan Iskan, Menteri BUMN yang membawahkan BUMN termasuk PTPN X di dalamnya pun berpikiran demikian. Percayakan kepada yang muda namun tetap didampingi oleh generasi yang lebih berpengalaman untuk bertukar pikiran dan pengalaman tentunya.

 

Berikut ini beberapa tulisan Dahlan Iskan dan penjelasan yang saya buat sesuai dengan kondisi dalam lingkungan pekerjaan kita, yang masih berkaitan dengan Prinsip Manajemen dan Kepemimpinan. Saya kutip dari buku “Dua Tangis Sejuta Damprat” karya Raden Nugroho Dharis Saputro alias Aris Darmawan, wartawan senior Kaltim Pos.

 

Di dunia ini banyak sekali kasus perusahaan yang sulit berkembang karena semangat dan prestasi anak buah tidak mendapat imbangan yang memadai dari para pengambil keputusan di atas sana.

Penjelasannya: Seringkali anak buah yang berprestasi tidak diimbangi dengan keputusan yang dibuat oleh atasannya, keputusan yang dibuat oleh atasan seringkali bertolak belakang dengan prestasi yang dibuat oleh anak buah. Jadi, prestasi anak buah hanyalah sia-sia.

 

Seorang bawahan, kalau memang cukup cerdas, harus bisa membuat atasannya memenuhi keinginannya. Tidak harus selalu keinginan atasan yang berlaku. Semua itu tinggal soal cara. Soal kemampuan kita memanajemeni atasan. Kalau seorang bawahan tidak mampu melakukan itu, berarti bukan bawahan yang cerdas. Mengeluh berarti tidak cerdas.

Penjelasannya: Banyak karyawan yang masih mengeluh karena tekanan kerja, mereka tidak menyadari bahwa tekanan kerja itu terjadi ketika kinerja kita dirasa semakin menurun oleh atasan. Kadang mereka menuntut atasan memenuhi keinginan kita tapi kita sendiri mengabaikan kewajiban kerja kita. Sebagai karyawan yang cerdas kita harus mengutamakan kewajiban kerja dan selanjutnya kita boleh menuntut atasan agar kita memperoleh hak.

 

Orang yang integritasnya baik biasanya merasa termarginalkan di lingkungannya. Karena itu, kalau dia diberi kesempatan untuk bisa mengusulkan seseorang menduduki jabatan strategis, secara manusiawi dia akan mencari teman yang sama baik integritasnya. Dia akan terdorong untuk berusaha memperbanyak orang-orang yang berintegritas tinggi di lingkungannya. Dia bercita-cita untuk tidak menjadi minoritas lagi.

Penjelasannya: Semakin banyak orang-orang yang berintegritas tinggi, semakin solid pula sebuah tim, dan semakin cepat pula sebuah perusahaan itu berkembang.

 

Pemimpin yang terlalu baik itu juga tidak baik. Seorang pemimpin yang baik tidak sama dengan seorang bapak yang baik.

Ingat: atasan yang baik adalah atasan yang pernah menjadi bawahan yang baik.

Penjelasannya: Sukses yang berproses lebih berkualitas daripada sukses yang instan karena dia akan tahu bagaimana harus bangkit kembali ketika dia menghadapi kegagalan.

 

Kemampuan memilih orang adalah salah satu kunci sukses tidaknya seorang pemimpin. Seorang pemimpin puncak, di samping harus memenuhi syarat kapabilitas manajemen, juga harus dilihat kemampuannya dalam memilih orang.

Penjelasan: Ibarat kita sedang bermain catur. Jika kita salah dalam menggerakkan pion, maka strategi kita akan rusak. Salah memilih pemimpin akan mengakibatkan tergoncangnya stabilitas perusahaan.

 

Saya mencatat ada tiga jenis karyawan. Pertama, yang bicaranya hebat tapi kerjanya juga hebat. Kedua, yang bicaranya luar biasa, kalau diskusi paling pintar, kalau berteori paling canggih, namun tidak pernah bisa bekerja dengan baik. Dan yang ketiga, adalah yang kalau rapat hanya sesekali bicara, yang kalau tidak ditanya tidak bunyi, tapi hasil kerjanya luar biasa.

Penjelasan: Tidak perlu repot-repot mengelompokkan jenis karyawan, kita lihat saja yang talk less do more. Kerja, kerja, kerja!

 

Sering kali terbukti bahwa tugas utama seorang pemimpin hanyalah bagaimana memilih orang yang tepat. Begitu berhasil memilih orang yang tepat, sering kali tugas seorang pemimpin sudah selesai. Setidaknya sudah 80 persen selesai. Tapi begitu seorang pemimpin salah memilih orang, sang pemimpin tidak terbantu sama sekali, bahkan justru terbebani.

 

Orang hebat adalah orang yang tetap hebat ketika gagal jadi direksi sekalipun. Orang yang benar-benar hebat adalah mereka yang mementingkan peran melebihi jabatan.

 

Kata-kata inspirasi di atas hampir semuanya berkaitan dengan aktifitas yang kita lakukan di lingkungan kerja. Sering kita jumpai keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan tidak sesuai dengan keadaan yang ditemui karyawan dalam praktiknya di lapangan. Ada kalanya kita temui gesekan-gesekan antar karyawan karena perbedaan pendapat. Sering kita jumpai pula adanya kelompok-kelompok yang berbeda visi dan misi meskipun mereka masih dalam satu kelompok kerja. Hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi antara karyawan dan pimpinan, atau mungkin pola komunikasinya yang kurang benar. Seringkali ide kreatif yang dikeluarkan oleh bawahan kurang diterima oleh pimpinan. Ide baru yang think out of the box memang tidak gampang masuk ke birokrasi. Birokrasi menyenangi program yang terstruktur dengan jelas, tapi kadang tidak mempersoalkan hasilnya. Proyek tidak boleh hemat tapi juga harus ada kontrol agar tidak terjadi pemborosan biaya untuk pengembangan proyek baru dan harus ada kontrol agar tidak terjadi celah untuk penyelewengan biaya. Biasanya ada beberapa oknum dalam perusahaan yang memanfaatkan celah ini untuk kepentingan pribadi.

 

Apakah kita sudah siap memasuki era baru? Era semi otomatis, era yang menuntut kita berpikiran “INDUK”. Kami serahkan seluruhnya kepada pihak Direksi selaku nahkoda bagi awak-awak kapal seperti kami. Selamatkan kekhawatiran kami dengan program-program baru yang dapat menjadikan kita lebih baik agar kami tidak seperti “anak ayam yang kehilangan INDUK-nya”. Jika kami semua cerdas, maka ketakutan kami akan modernisasi akan terlewati. (Philipus Yoga Pratama_PG Djombang Baru, OPI_Sekper) <end>

Rank 20 of The Best Twenty Five LKTI 2014

 

Terdapat 0 komentar

Silahkan tambahkan komentar